Sudaryono B. Eng., M.M, MBA

Wakil Menteri Pertanian RI

Ketua DPD Gerindra Jateng

Ketua Umum KHTI

Ketua Umum Tani Merdeka Indonesia

Sudaryono B. Eng., M.M, MBA
Sudaryono B. Eng., M.M, MBA
Sudaryono B. Eng., M.M, MBA
Sudaryono B. Eng., M.M, MBA
Sudaryono B. Eng., M.M, MBA

Wakil Menteri Pertanian RI

Ketua DPD Gerindra Jateng

Ketua Umum KHTI

Ketua Umum Tani Merdeka Indonesia

BLOG MAS DAR

Dinilai Bakal Merugikan Pedagang, APPSI Tolak Raperda KTR di DKI Jakarta

October 19, 2025 artikel
Dinilai Bakal Merugikan Pedagang, APPSI Tolak Raperda KTR di DKI Jakarta

Pedagang di DKI Jakarta mengeluhkan saat omzet mereka turun hingga 60 persen dan kondisi tersebut diprediksi akan makin parah bila Pemprov DKI Jakarta benar-benar menerapkan peraturan tentang Daerah Kawasan Tanpa Rokok.

Raperda KTR sudah masuk tahap finalisasi pasal-pasal pelarangan penjualan rokok dan perluasan kawasan tanpa rokok yang dilakukan oleh Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI Jakarta.

Menyikapi hal tersebut Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menyatakan kekecewaannya dan menolak finalisasi pasal-pasal pelarangan penjualan rokok dan perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar rakyat dan pasar tradisional.

Hal tersebut mencuat dalam Sarasehan Pedagang Pasar DKI Jakarta yang berlangsung Jumat (17/10) di Pasar Induk, Kramat Jati.

Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) APPSI DKI Jakarta Ngadiran menyoroti secara khusus pasal pelarangan penjualan produk tembakau, zonasi larangan penjualan sejauh radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat anak bermain serta perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar tradisional yang ketiganya dianggap APPSI sama saja dengan menyudutkan pedagang di tengah situasi usaha yang belum stabil.

“Saat ini rata-rata omzet pedagang pasar sudah turun sampai 60 persen. Kami mohon perlindungan dan pemberdayaan dari pemerintah. Masa tega membiarkan pedagang kecil, warung kelontong tak bisa berjualan rokok,” ujar Ngadiran dalam keterangan resminya, Sabtu (18/10/2025).

Ngadiran juga meminta secara khusus agar DPRD DKI Jakarta menganulir rancangan peraturan yang menyulitkan pedagang pasar tersebut.

“Pembuat peraturan harus tahu bahwa magnet atau daya tarik pembeli itu adalah rokok. Selain sembako, rokok adalah produk yang perputarannya cepat, makanya pedagang kecil banyak yang jual rokok. Kami mohon, DPRD instropeksi diri dan membatalkan pasal-pasal pelarangan dalam Raperda KTR tersebut,” tegasnya.

Perwakilan APPSI Jakarta Utara Jariyanto juga menyayangkan adanya perluasan larangan penjualan rokok dan pemberlakuan zonasi larangan penjualan yang memberatkan pedagang pasar tradisional.

Kondisi terkini, kata Jariyanto, di Jakarta Utara terdapat 23 pasar, di mana setiap pasar ada 1.500 pedagang. Namun, keberadaan pasar tradisional semakin terkikis.

“Ada pasar yang setengah hidup, ada yang terlantar, ada berubah fungsi jadi tempat parkir. Pedagang pasar sudah semakin terjepit. Peraturan seperti ini semakin mempercepat kematian pasar tradisional. Pedagang pasar tradisional saat ini membutuhkan pembinaan dan pemberdayaan. Dibantu lah meringankan beban pedagang,” tambah Jariyanto

Senada dengan APPSI, Margono, Ketua Koperasi Pasar Induk Kramat Jati yang turut hadir dalam Sarasehan Pedagang menekankan bahwa pedagang adalah aset utama pasar sehingga eksistensi pedagang menjadi penting.

Oleh karena itu, keberadaan pedagang tidak boleh teraniaya dengan banyaknya aturan yang menyulitkan.

“Pedagang harus dilindungi dan mendapatkan berbagai pemberdayaan. Larangan-larangan penjualan rokok radius 200 meter dan perluasan kawasan tanpa rokok di pasar akan memukul pedagang,” kata Margono.

Sebelumnya diberitakan, Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Pansus Raperda KTR) DKI Jakarta tetap bersikukuh meloloskan pasal pelarangan penjualan rokok 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, keharusan izin penjualan rokok dan perluasan Kawasan tanpa rokok termasuk di tempat hiburan malam.

Ketua Pansus Raperda KTR, Farah Savira yang memimpin rapat, Kamis (16/10) menuturkan usulan larangan penjualan alam radius 200 meter sudah lama diusulkan dalam draft Ranperda KTR.

“Harapannya kita sama-sama tidak ingin memberikan kesempatan kepada anak-anak kita mudah mengakses. Meski demikian, tadi sudah di-highlight dari beberapa aspirasi yang masuk ke kami, ditampung dan dari forum juga sudah ada beberapa usulan apakah dibatasi betul-betul di pinggir sekolahnya. Jadi, tempat tempat umum ada beberapa yang diperbolehkan tanpa ada izin, tetapi tetap mempertimbangkan apa yang dijualnya,” ungkap Farah usai sidang Lanjutan Pembahasan Finalisasi Ranperda KTR di Gedung DPRD Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Di sisi lain, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung merespon atas keresahan para pedagang kaki lima, warung kelontong, asongan, dan UMKM yang sebelumnya mendeklarasikan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) DKI Jakarta.

Dia menekankan poin paling penting dari Ranperda KTR adalah jangan sampai kelangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terganggu.

“Ranperda tanpa rokok itu yang paling penting tidak boleh mengganggu UMKM,” ungkap Pramono, Rabu (1/10/2025).

Aksi massa pedagang kaki lima menyampaikan protes keras terhadap pasal-pasal larangan penjualan rokok di depan Kantor DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih, Selasa (7/10).

Yusro, salah satu pedagang menuturkan para pedagang meminta anggota dewan agar memikirkan efek bagi rakyat, terutama pelaku UMKM maupun pedagang asongan.

“Kita sehari dapat untung Rp70.000, berapa sih untung rokok? Berapa untung rokok satu bungkus? Rp1.000 sehari lalu 20 bungkus dapat Rp20.000, bandingkan dengan Rp70 juta per bulan mereka anggota dewan. Enak betul mereka bikin perda tanpa memikirkan efek buat rakyat,” ujarnya.

Menanggapi dampak ekoomi pasal pelarangan penjualan produk tembakau, Farah menanggapi bahwa ada usulan forum di pasal terkait dengan tempat umum, agar diizinkakan menual rokoknamun dengan syarat-syarat tertentu.

“Harapan yang kita tekankan adalah supaya tidak ada pemutusan rantai ekonomi serta pembatasan penjualan rokok sendiri. Itu aspirasi memang kita kolektif dari masyarakat maupun eksekutif yang sudah menjadi pertimbangan semenjak ada perubahan APBD 2026 dari Dana Bagi Hasil (DBH)-nya,” tegas Farah.

Terhadap potential loss tersebut, Farah menyebutkan hal tersebut harus menjadi bahan pemikian bersama. Formulasi pengganti atas potential loss tersebut, tambah Farah, harus dicari solusinya baik eksekutif maupun legislatif.

“Potential loss ini kan kerja kolektif ya, jadi maksudnya upaya, solusi yang kita berikan itu justru nggak cuma dari Pansus, justru seluruh DPRD gitu ya. Kita harus memformulasikan, walaupun secara umum dari DBHCHT kan memang berkurang, ada kemungkinan berkurang hampir 50 % ya dari Rp2 triliun sampai dengan Rp1 triliun, nanti mungkin bisa dicek,” ujarnya.

 

BACA JUGA: Kementan Ikut Andil Urusan Haji dan Umroh, Sudaryono: Produk RI Harus Hadir di Tanah Suci

Write a comment