Wamentan Sudaryono: Kebocoran Gula Rafinasi adalah Kejahatan

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono, mengatakan pemerintah akan menghentikan impor gula industri. Kebijakan ini bertujuan memastikan produksi gula dalam negeri dapat terserap maksimal.
“Realisasinya (impor gula rafinasi) sudah sekitar 70 persen, dan keputusannya adalah kita stop dulu supaya produksi dalam negeri bisa terserap dengan baik,” tegasnya usai rapat terbatas membahas neraca komoditas gula dan jagung di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Kamis (11/9).
Wamentan Sudaryono menambahkan, Indonesia saat ini menghadapi surplus gula sekitar 1 juta ton. Meskipun opsi ekspor terbuka, pemerintah menegaskan bahwa pemenuhan kebutuhan dalam negeri tetap menjadi prioritas utama.
Di balik surplus tersebut, Wamentan Sudaryono juga menyoroti masalah serius di lapangan, yaitu kebocoran gula rafinasi ke pasar tradisional. Padahal, gula rafinasi sebenarnya hanya diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman.
“Kalau gula rafinasi bocor ke pasar, harganya jauh lebih murah daripada gula konsumsi dari tebu petani. Dampaknya, serapan gula petani macet hingga seratus ribu ton. Ini jelas merugikan petani dan merupakan bentuk kejahatan yang harus ditindak tegas, baik pedagang maupun perusahaan yang terlibat,” tegasnya.
Ia menyebut, praktik curang ini membuat harga gula petani jatuh di bawah Harga Acuan Penjualan (HAP) Rp14.500 per kilogram. Kondisi itu sudah terlihat di sejumlah daerah, seperti di Pabrik Gula Assembagoes Situbondo, Jawa Timur, di mana ribuan ton gula petani menumpuk di gudang karena tidak terserap pasar.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah mengalokasikan Rp 1,5 triliun melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) guna menyerap gula petani yang tidak laku terjual. Skema ini mirip dengan intervensi harga gabah yang dilakukan Bulog, yaitu negara membeli produk yang tidak diserap pasar agar harga tetap stabil.
“Negara hadir membantu gula yang tidak diserap pasar. Sama seperti gabah, bukan berarti semua dibeli pemerintah, tapi yang tidak terserap pasar, negara hadir membeli agar harga dan kesejahteraan petani tetap terjaga,” ungkap Wamentan Sudaryono.
Ia memastikan anggaran ini cukup untuk menutup kebutuhan serapan. Namun, jika ternyata tidak mencukupi, pemerintah siap mengajukan tambahan.
“Prakteknya, gula yang sudah digiling menumpuk di gudang karena tidak dibeli, harganya turun. Itu kasihan petani. Maka negara hadir membeli di harga acuan, sehingga semangat petani tetap terjaga,” tambahnya.
Wamentan Sudaryono menegaskan, kebijakan ini merupakan bagian dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang mendorong swasembada pangan secara menyeluruh. Pemerintah menargetkan agar tahun ini tidak ada impor beras, tidak ada impor jagung, serta tidak ada impor gula konsumsi. Untuk gula industri, pemerintah berharap dalam beberapa tahun ke depan juga bisa dipenuhi secara bertahap dari dalam negeri.
“Kalau produksi dalam negeri naik, otomatis PDB ikut naik, perputaran ekonomi terjadi, dan kesejahteraan rakyat meningkat. Itu arah kebijakan Presiden, yaitu menekan impor, mengutamakan produksi nasional, dan menghadirkan negara di tengah petani,” pungkas Wamentan Sudaryono.
BACA JUGA: Born From Farmers’ Families, Deputy Minister Sudaryono Wins Mahaputra Pratama Star